Selasa, 22 September 2015

Apakah PEKERJA SOSIAL

SIAPAKAH AKU ? SIAPAKAH PEKERJA SOSIAL ?

Sebagai sebuah profesi, memang tak banyak yang mengenal Pekerja Sosial. Masyarakat telah memiliki stereotype mengenai sebuah profesi yang bergengsi dan profesional yang tidak lepas dari profesi dokter, polisi, insinyur, hakim, jaksa, dan profesi lainnya yang sering disorot oleh media. Bahkan terkadang profesi Pekerja Sosial dikenal sebagai bidang profesi sosiologi dan psikologi. Padahal ketiganya memiliki perbedaan. Menurut perhatiannnya, sosiolog menaruh perhatian pada bagaimana, kapan, dan mengapa manusia bertingkah laku seperti yang mereka lakukan di dalam pergaulan dengan manusia lain. Psikolog menaruh perhatian pada tingkah laku manusia. Sedangkan Pekerja Sosial meletakkan pusat perhatiannya pada kemampuan orang untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Tak banyak yang mendalami keprofesian mulia ini. Padahal jika memperhatikan bagaimana dinamika masalah sosial di Indonesia saat ini, tampak jelas bahwa Pekerja Sosial akan menjadi profesi unggulan yang dapat menangani masalah sosial yang mendera Indonesia maupun internasional dan menjadikannya sebuah peluang untuk meningkatkan keberfungsian sosial manusia. Berangkat dari kenyataan yang ada di depan mata, yaitu besarnya perangkat kehidupan manusia yang disalahgunakan dan dijadikan budak sebagai pemenuhan kebutuhan, mendasari Pekerja Sosial untuk mengolah semua masalah sosial saat ini dan mendaur ulang kembali masalah tersebut bukan sebagai permasalahan melainkan sebagai sebuah kesempatan untuk berdedikasi serta menjalankan tugas dan kewajibannya untuk menghasilkan sebongkah perubahan di masyarakat sebagai salah satu komponen dasar terciptanya kesejahteraan yang selama ini menjadi impian. Mungkin saat ini Pekerja Sosial masih dianggap profesi yang semu dan berbayang pada profesi kemanusiaan yang berbasis penggalangan dana atau hanya sebagai dermawan yang memberikan pertolongan ketika terjadi bencana. Tapi setelah saat ini, pada detik berikutnya, Pekerja Sosial akan diakui sebagai profesi profesional yang setingkat dengan dokter, polisi, insinyur dan sebagainya. Selaras dengan fungsinya sebagai enabler, broker, organizer, fasilitator dan mediator.
Karena hal tersebut, Pekerja Sosial kini telah menjadi profesi yang profesional. Mengapa disebut profesional ? Hal itu karena terjadi kerancuan antara pekerja sosial lulusan pendidikan formal bidang kesejahteraan sosial dengan volunteer (dermawan). Pekerja Sosial Profesional adalah Pekerja Sosial yang berlandaskan profesi pelayanan yang diterima secara umum, memiliki nilai, tujuan, kode etik, dan prinsip Pekerjaan Sosial serta memiliki batasan dengan profesi bidang lainnya. Terlebih 9 November 2012 kemarin, Menteri Sosial RI telah memulai proses sertifikasi bagi pekerja sosial. Selain sebagai pengakuan terhadap profesionalitas seorang pekerja sosial, sertifikasi ini penting untuk memberikan pengakuan terhadap kualifikasi dan kompetensi pekerja sosial yang ada di Indonesia. Selain ditujukan bagi pekerja sosial profesional, yang memiliki latar belakang praktik-praktik kesejahteraan sosial, sertifikasi ini juga ditujukan untuk para Tenaga Kesejahteraan Sosial yang tidak memiliki latar belakang kesejahteraan sosial namun berkecimpung dalam praktik pelayanan sosial terhadap masyarakat. Seperti mereka yang tergabung ke dalam asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan Pekerjaan Sosial berikut ini:
1. Kementerian Sosial
2. IPSPI (Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia)
3. IPPSI (Ikatan Pendidikan Pekerjaan Sosial Indonesia)
4. Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS)
5. Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI)
6. Lembaga sertifikasi Pekerja Sosial.
7. IPENSI (Ikatan Penyuluh Sosial), dan sebagainya
Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah, jika masalah sosial adalah “makanan” bagi Para Pekerja Sosial dan seperti yang diketahui bahwa masalah sosial selalu muncul dan tidak pernah ada habisnya, mengapa masyarakat tidak mengenal Para Pekerja Sosial ? Ini pertanyaan yang cukup simple dan sederhana bagi yang memang belum mengenal baik secara keseluruhan dari sistem Profesi Pekerjaan Sosial. Jawaban untuk pertanyaan ini pun sebenarnya cukup sederhana pula, yaitu hanya “terbatas”. Mengapa terbatas ? Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa masalah sosial dalam masyarakat tidak pernah ada habisnya, dan masyarakat juga memiliki territorial yang sangat luas yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Sedangkan lulusan Pekerja Sosial berbanding terbalik dengan kenyataan diatas.
Saat ini kebutuhan tenaga profesional di bidang pekerjaan sosial masih sangat besar mengingat estimasi jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) tahun 2012 sekitar 15,5 juta orang sedangkan jumlah Pekerja Sosial yang ada baru sekitar 15.522 orang. Jika ratio idealnya 1:100, maka masih dibutuhkan 139.000 orang Pekerja Sosial lagi. Dengan kondisi tersebut, tantangan dan peluang bagi profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia sangat prospektif. Inilah yang menjadikan Pekerja Sosial tidak menjadi populer, namun menjadi istimewa dan langka. Selain itu, Pekerja Sosial pun tidak hanya memiliki ruang lingkup pekerjaan yang langsung terjun ke masyarakat. Banyak sekali lingkup pekerjaan yang dapat dimasuki oleh Para Pekerja Sosial. Seperti, field/project officer, senior project officer, manager, program director, case/community worker, supervisor, specialist, adviser, consultant, peneliti, perencana sosial, advokasi kebijakan, pegawai instansi pemerintah, Pekerja Sosial medis/klinis, akademis/staff pengajar, Pekerja Sosial Industri, aktivis LGBT, aktivis lingkungan, mediator, dan sebagainya. Pembagian lingkup pekerjaan yang menyeluruh menjadi salah satu faktor kurangnya sorotan terhadap Pekerja Sosial.
Penulis sendiri sangat tertarik dan berambisi menjadi salah seorang Pekerja Sosial Profesional. Selain profesi yang mulia, profesi ini juga menjadi salah satu jalan bagi penulis untuk menggapai cita-cita penulis yang sebetulnya hanya ingin menjadi pribadi yang mengembalikan semua anugerah Tuhan Yang Maha Esa dengan membantu masyarakat dan menyalurkan ilmu yang telah diterima dengan praktek nyata sebagai bentuk terimakasih kepada Tuhan atas karunia-Nya. Karena bagaimana pun, penulis berasal dari masyarakat, karena itu penulis merasa berkewajiban untuk kembali ke masyarakat. Oleh karena itu penulis mengambil jalur pendidikan di jurusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP, Universitas Padjadjaran. Setelah lulus nanti, insya Allah bidang yang ingin penulis geluti sebagai Pekerja Sosial adalah menjadi community worker di daerah perbatasan yang bekerja sama dengan pemerintah atau menjadi bagian langsung dari pemerintah. Tujuan utama penulis melanjutkan pendidikan di jurusan tersebut semata karena misi penulis yang ingin memberdayakan masyarakat, termasuk masyarakat daerah perbatasan. Penulis sangat prihatin dan merasa terpanggil karena selama ini masyarakat di daerah perbatasan tidak mendapatkan perhatian dan hak yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya. Penulis mengutip sebuah cita-cita dari seorang pemuda di salah satu daerah perbatasan Kalimantan-Malaysia dalam sebuah program televisi swasta yang menampilkan keragaman daerah Indonesia, kutipannya sebagai berikut, “Cita-cita kami sederhana, hanya kesejahteraan ekonomi dan hidup layak di tanah sendiri, Indonesia.” Dimana letak pemerintah sebagai pengayom masyarakat ? Dimanakah Pekerja Sosial sebagai agen perubahan masyarakat ? Karena alasan inilah penulis ingin membuka jendela pada semua pihak bahwa disana, daerah perbatasan, masih saudara kita, dan mereka butuh minimal untuk sekedar diakui bahwa mereka adalah bagian dari keluarga Indonesia. Dengan menjadi fasilitator masyarakat daerah perbatasan dengan pemerintah, harapan besar muncul bahwa saudara kita tidak perlu mengais hak hidup di tanah orang lain karena masih ada tanah Indonesia dan Pekerja Sosial yang akan membantu mereka mengembalikan hak yang seharusnya didapat. Ini juga dapat menjadi benang merah untuk menjadi orang yang berdayaguna agar mampu menberdayakan orang lain.
Tentunya sebelum menjadi Pekerja Sosial yang mumpuni, perlu keahlian dan bekal pengetahuan yang menjadi kerangka dasar. Keahlian yang penulis miliki sendiri secara otodidak sejak kecil cukup untuk menjadikan penulis merasa pantas sebagai calon Pekerja Sosial Profesional, yaitu penulis merasa sebagai pendengar yang baik, mampu menampung semua aspirasi teman-teman yang mencurahkan isi hati dan pikirannya, juga pemerhati yang cukup handal, responsif terhadap perubahan lingkungan. Bekal pengetahuan yang penulis dapat mungkin belum terlalu banyak. Penulis cukup paham mengenai manajemen, akuntansi, perubahan perilaku manusia, pelatihan pengendalian diri dan kewirausahaan.
Karena salah satu bekal penulis adalah kewirausahaan, keterampilan yang satu ini ingin penulis kembangkan karena kewirausahaan juga penting bagi Pekerja Sosial. Alasan logis inilah yang membuat penulis memilih Kesejahteraan Sosial, FISIP, Universitas Padjadjaran. Karena Universitas Padjadjaran satu-satunya universitas yang berbasis kewirausahaan sosial. Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat. Hal ini menimbulkan paradigma baru bahwa Pekerja Sosial tidak selalu berpayung dengan wajah reaktif-simptomatif namun dapat menangani masalah sosial saat ini sebagai akibat dari logika globalisasi serta dapat “bermain” di tataran kebijakan sosial global.
Jadi, Siapakah aku ? Siapakah Pekerja Sosial ? Secara sederhana dapat digambarkan bahwa pekerjaan sosial adalah sebuah profesi mulia berbasis pemberdayaan masyarakat. Pekerja sosial adalah orang yang telah dibekali keterampilan dan keahlian khusus yang bekerja untuk menangani masalah-masalah sosial untuk mengembalikan keberfungsian sosial masyarakat. Dengan berlandaskan pada penyelesaian masalah tanpa mengabaikan kondisi sosial, nilai dan norma sosial serta adat dan kebudayaan sosial dengan memperhatikan fungsi sosial. Serta memiliki prinsip-prinsip Pekerjaan Sosial seperti, acceptance, nonjudgemental, individualisasi, self determination, genuine, mengontrol keterlibatan emosional dan kerahasiaan. Pekerja sosial tidak hanya menjadi outsider (di luar sistem) namun ikut masuk menjadi bagian dari sistem untuk melaksanakan pelayanan sosial. Penulis sendiri berangan-angan untuk mewujudkan cita-cita sebagai Pekerja Sosial Profesional sebagai konsekuensi logis menjadi agen perubahan (change-agent) dalam melaksanakan tugas kehidupan dengan menjadi “dokter masyarakat” yang membantu “menyembuhkan” masalah sosial yang menimpa masyarakat, sebagai agen ketertiban yang membantu masyarakat menemukan arah dan ritme hubungan sosialnya, sebagai agen pembangunan yang mendorong masyarakat untuk lebih peka terhadap perkembangan internal sebagai potensi pemberdayaan serta menjadi agen pendidik yang menjadi mediator, fasilitator, dan konselor bagi masyarakat yang mengalami masalah disfungsi sosial. Serta berusaha meningkatkan eksistensi Pekerja Sosial sebagai profesi profesional yang disegani, menjadi prioritas, dan profesi yang menjadi awan cerah dalam menaungi masyarakat dengan segala macam masalah yang melingkupinya sehingga sangat memungkinkan bahwa Pekerja Sosial mampu menangani situasi masalah sosial saat ini.

2 komentar: